CLICK HERE FOR FREE BLOG LAYOUTS, LINK BUTTONS AND MORE! »

Jumat, 14 Juni 2013

PCR



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG

Dunia sekarang sedang mengalami perkembangan teknologi secara besar-besaran. Hal ini dapat kita rasakan dalam berbagai bidang, salah satunya adalah bidang kedokteran. Sebagai contoh dari perkembangan teknologi kedokteran adalah ditemukannya ilmu biologi molekuler. Biologi molekuler merupakan salah satu cabang biologi yang merujuk kepada pengkajian mengenai kehidupan pada skala molekul. Ini termasuk penyelidikan tentang interaksi molekul dalam benda hidup dan kesannya, terutama tentang interaksi berbagai sistem dalam sel, termasuk interaksi DNA, RNA, dan sintesis protein, dan bagaimana interaksi tersebut diatur. Biologi molekuler memberikan kontribusi yang amat sangat nyata dalam bidang kedokteran. Dahulu, untuk mengetahui penyakit yang diderita harus dengan menemukan organisme penyebab penyakit tersebut didalam tubuh. Dan jika tidak ditemukan pasien dinyatakan negatif dan tidak diberikan tindakan apapun. Padahal kenyataanya tidak semua penyakit organisme penyebabnya dapat ditemukan dengan mudah. Namun dengan adanya biologi molekuler dokter dapat memeriksa penyebab sampai dengan pada DNA pasien.

Sehingga nyata benar ilmu tersebut sangat bermanfaat. Biologi molekuler juga dapat mendeteksi penyakit-penyakit yang bersifat genetis. Dalam skenario kali ini membahas tentang penyakit thalassemia. Thalassemia adalah penyakit herediter yang disebabkan oleh adanya kekurangan rantai globin pembentuk hemoglobin (Hb), baik rantai globin α (Thalassemia α) maupun rantai globin β (Thalasemia β). Thalassemia termasuk penyakit akibat gangguan gen tunggal (single gene disorders) dengan pola pewarisan yang menuruti hukum-hukum Mendel. Gangguan yang berupa kekurangan rantai globin tersebut menimbulkan serangkaian gejala klinis dan laboratorik, yang dapat ditemukan melalui pemeriksaan fisik dan laboratorik. Namun pada penderita-penderita tertentu gejala klinis maupun fisik sangat minim atau bahkan tidak ada. Keadaan seperti ini umumnya didapat pada penderita heterozygot atau yang bersifat minor. Dalam keadaan ini diagnosa hanya dapat ditegakkan melalui analisis DNA. Inilah yang dimaksud dengan diagnosis molekuler. Dahulu bayi yang lahir dengan kelainan darah, meninggal pada usia kurang dari setahun. Namun sekarang ini sebagian bisa besar selamat dengan diagnosis dan penatalaksanaan lebih lanjut.

1.2  RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian dari PCR?
2.      Apa Kegunaan dari PCR?
3.      Jelaskan komponen-Komponen dari PCR?
4.      Bagaimana prinsip dasar dari reaksi PCR?
5.      Bagaimana aplikasi PCR di bidang klinis?

1.3  MAKSUD DAN TUJUAN
1.      Untuk melengkapi tugas bio molekuler
2.      Menjadi Pegangan bagi Mahasiswa
3.      Menjadi referensi tambahan yang menunjang keberhasilan pembelajaran mata kuliah Biologi Molekuler.



BAB II
TINJAUN PUSTAKA
2.1  PENGERTIAN PCR
                    Polymerase Chain Reaction (PCR) atau reaksi berantai polymerase adalah metode enzimatis untuk melipat gandakan (amplification) secara eksponensial suatu sekuen nukleotida tertentu secara in vitro (Newton and Graham, 1994). Metode ini ditemukan oleh Kary B. Mullis pada tahun 1985, seorang saintis dari perusahaan CETUS Corporation. Metode PCR ini pada awalnya hanya digunakan untuk melipatgandakan molekul DNA, akan tetapi dalam perkembangannya dapat digunakan untuk melipatgandakan molekul mRNA (Doyle and Doyle, 1987).

Metode PCR dapat melipat gandakan suatu fragmen molekul DNA menjadi molekul DNA (110 bp / 5 x 10-19) sebesar 200.000 kali setelah dilakukan 20 siklus reaksi selama 220 menit (Newton and Graham, 1994). Kelebihan dari metode PCR adalah DNA cetakan yang digunakan juga tidak perlu dimurnikan terlebih dahulu sehingga metode PCR dapat digunakan untuk melipatgandakan suatu sekuen DNA dalam genom bakteri hanya dengan mencampurkan kultur bakteri di dalam tabung PCR (Azrai, 2005).

Selain itu pengertian PCR adalah reaksi polimerase berantai, yaitu reaksi yang melibatkan enzim polimerase yang dilakukan secara berulang-ulang. Yang diulang-ulang adalah proses pemisahan untai  ganda DNA menjadi untai tunggal, hibridisasi primer untuk mengawali replikasi DNA dilanjutkan dengan proses penambahan basa pada cetakan DNA oleh enzim polimerase, untuk melakukan kegiatan ini dibutuhkan tabung PCR yang bersifat reponsif dengan perubahan suhu dan mesin thermal cycler, suatu mesin yang mampu menaikkan dan menurunkan suhu dengan cepat, dan bahan-bahan untuk membuat reaksi PCR.

2.2 KEGUNAAN PCR
Saat ini PCR juga sering digunakan untuk membuat fragmen DNA spesifik untuk diinsersikan secara langsung ke dalam suatu vektor, sehingga tidak memerlukan  tahapan skreening suatu perpustakaan DNA.
2.3 KOMPONEN PCR
a.    DNA
DNA yang dimaksud disini adalah DNA yang berfungsi sebagai cetakan (template). Untuk aplikasi PCR, kemurnian DNA mempengaruhi hasil.DNA yang tidak murni sering menyebabkan masalah reproduksibilitas, tujuan utama juga digunakan untuk diagnosis. DNA yang digunakan harus dimurnikan dahulu sebelum diproses dengan PCR.  DNA yang digunakan sebagai cetakan untuk PCR sebaiknya bebas nukleuse, endo-atau eksoprotease, dan DNA-binding protein.
b.   Primer
Primer berfungsi mengawali reaksi replikasi DNA pada reaksi PCR. Primer yang dibutuhkan untuk PCR biasanya satu pasang yaitu primer forward dan backward. Primer PCR sendiri adalah komponen yang sangat menentukan keberhasilan PCR. Ada beberapa program untuk mendesain primer PCR yang dapat digunakan secara gratis, seperti MEDUSA, Primer3, PrimerQuest, FastPCR, dan lain-lain.

c.    Dntp (Deoxynucleotide triphosphate)

dNTP merupakan blok pembangun molekul asam nukleat yang terdiri dari dATP (deoxydenosine tryphosphatase), dTTP (deoxythymidine triphophatase), dCTP (deoxycytosine triphosphate), dan dGTP (deoxyguanosine triphosphatase). Dalam beberapa aplikasi dan protokol PCR, salah satu dari empat dNTP tersebut dapat diganti elemen analog. Modifikasi ini berguna untuk aplikasi yang berbasis pasca-PCR (misalnya : sekuensing, pembuatan probe untuk Southern blotting, dll)

d.   Polimerase DNA
Ketika terjadi sintesis DNA,enzim polimerase DNA akan melakukan seleksi nukleotida yang tepat untuk ditambahkan ke primer untuk melanjutkan DNA sesuai dengan aturan pasangan basa Watson-Crick ( A-T dan G-C ). Oleh karena itu, Polimerase DNA selalu mengkatalis sintresis DNA dalam orientasi 5’ ke 3’. Beberapa polimerase DNA juga memiliki aktivitas eksonuklease atau yang sering disebut dengan aktivitas proofreading yang akan memeriksa basa yang telah ditambahkan untuk menumbuhkan untai DNA. Ketika terjadi penambahan nukleotida yang tidak tepat aktivitas proofreading tersebut akan membuang basa yang tidak tepat tersebut.
Mekanisme koreksi ini akan meningkatkan akurasi atau yang disebut juga dengan fidelitas. Ketika membandingkan atau memilih polimerase DNA untuk PCR ada dua hal yang penting yang harus dilihat yaitu fidelitasnya dan efisiensi sintesisnya. Yaitu makin tinggi fidelitas dan efisiensi sintesisnya makin baik polimerase DNA tersebut (dan makin mahal juga harganya).

e.       Bufer reaksi PCR
Bufer reaksi PCR biasanya mengandung Mg2+, kation monovalen, dan beberapa co-solvent. Co-solvent membantu menstabilisasi enzim polimerase DNA, mempengaruhi kerja enzim, dan atau DNA melting temperature ( Tm). Ion Monovalen seperti Na+, K+, dan NH4+ menstimulasi aktivitas polimerase DNA dan melindungi muatan negatif gugus fosfat DNA, sehingga melemahkan kekuatan kekuatan elektronik yang saling menolak antara primer dan DNA target.


2.4  PRINSIP DASAR REAKSI PCR
PCR merupakan tehnik amplifikasi DNA selektif in vitro yang meniru fenommena replikasi DNA in vivo. Komponen reaksi yang diperlukan dalam teknik ini adalah untai tunggal DNA sebagai cetakan, primer (sekuens oligonukleotida yang mengkomplementeri  akhiran sekuens cetakan DNA yang sudah ditentukan), dNTPs (deoxynucleotide triphosphates), dan enzim TAQ polimerase yaitu enzim dari bakteri Termovilus aquatikus.
Sejak ditemukannya struktur DNA untai ganda, kita mulai memahami prinsip replikasi DNA terutama kaitannya dengan mekanisme transfer materi genetik. Seperti yang telah dijelaskan dalam materi Asam Nukleat dalam struktur DNA untai ganda tersebut, basa A dan T , juga C dan G , memiliki ikatan hidgrogen yang mudah dirusak dan mudah dibentuk kembali. Untuk melakukan replikasi, mula-mula ikatan hidrogen tersebut harus dirusak dahulu agar DNA untai ganda berubah menjadi untai tunggal. Kemudian karena A selalu berpasangan dengan T, dan C selalu berpasangan dengan G, maka jika kita memiliki satu untai DNA dengan sequens ACTAG, misalnya, maka kita dapat mencetak untai komplementernya, yaitu TGATC, begitu juga sebaliknya.
Pada prinsipnya, reaksi PCR ( protokol PCR konvensional ) membutuhkan tiga tahap :
1)      Denaturasi (Melting)
Prinsipnya adalah memisahkan DNA untai ganda menjadi komponen untai tunggal, sehingga memungkinkan terjadinya hibridisasi primer PCR untai tunggal pada sekuen targetnya ( jika ada )
2)       Annealing Primer PCR
Pada tahap ini terjadi hibridisasi primer  PCR pada sekuens tergetnya. Secara umum suhu annealing PCR biasanya berasal dari suhu annealing primer hasil kalkulasi matematis dikurangi 50 C ( rumus: 4 x ( B+C) + 2 x ( A + T ) ). Diharapkan dalam suhu annealing tersebut primer dapat berikatan dengan target komplomentarinya dan jika sudah terhibridisasi tidak mudah mengalami disosiasi. Waktu yang dibutuhkan untuk tahapan ini biasanya 15-60 detik.
3)       Elongasi ( ekstensi rantai DNA )
Tahap ini penting untuk mengamplifikasi daerah yang sudah dihibridisasi oleh primer, dari akhiran -5 ke akhiran -3. Sebagian besar enzim polimerase membutuhkan suhu elongasi 720C. Hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan langkah elongasi adalah waktu inkubasi,yaitu sebaiknya cukup lama bagi polimerase DNA untuk mengamplifikasi sekuens target secara komplit tetapi cukup sebentar untuk mencegah amplifikasi produk non-spesifik yang lebih panjang daripada sekuens target.

2.5 APLIKASI PCR DI BIDANG KLINIS

Aplikasi PCR utama di bidang klinis adalah untuk diagnosis, dan kloning. Yang paling sering dipakai di bidang klinis saat ini adalah untuk diagnosis, yaitu untuk deteksi patogen infeksius dan identifikasi mutasi pada gen yang berkaitan dengan faktor resiko penyakit.
Untuk aplikasi PCR dibidang klinis tersebut, telah dikembangkan berbagai macam teknis berbasis PCR, antara lain :
1.        RFLP-PCR (restriction fragment lenght polymorphisms)
Pada prinsipnya, teknik ini dimanfaatkan untuk deteksi polimorfisme. Secara umum teknik ini menggunakan enzim restriksi untuk mengetahui adanya polimorfisme (RFLP), dan produk hasil digesti tersebut diamplifikasi dengan PCR (RFLP-PCR).
Teknik PCR yang mirip dengan teknik diatas AFLP-PCR (amplification fragment lenght polymorphisme) yang digunakan untuk membedakan isolat atau spesies yang berbeda berdasarkan daerah enzim restriksi (polimorfisme daerah restriksi)
2.        VNTR-PCR (variable number of tandem repeat sequence), dan STR-PCR (short tandem repeats). Teknik ini sering digunakan untuk tujuan forensi. Dengan menggunakan primer yang tepat, variasi sekuens pengulangan berurutan yang terdapat pada DNA sampel dapat diketahui.
3.        Skreening / deteksi mutasi berbasis PCR
Dahulu, skreening/ deteksi mutasi dapat dilakukan dengan PCR konvensional (misalnya dengan BESS-T-Scan (Base Excision Sequence Scanning)) untuk mendeteksi mutasi T/A atau T / A, atau Amplification refractory mutation system (ARMS) untuk mendeteksi point mutation melalui priming oligonukleotida kompetitif.
4.        PCR kuantitatif
Untuk keperluan diagnosis dan penilaian kemajuan tetapi kadang membutuhkan pemeriksaan yang bersifat kuantitatif.
PCR konvensional dapat digunakan untuk mendapatkan data kuantitatif tersebut dengan menggunakan kompetitor (internal exogenous standard) atau dengan housekeeping gene (internal endogenous standard). Namun saat ini, penggunaan PCR konvensional untuk PCR kuantitatif telah digantikan real-time PCR.


BAB III
PENUTUP
3.1  KESIMPULAN
PCR ( Polimerase Chain Reaction) Adalah suatu teknik untk mensintesis asam nukleat atau gen tertentu in vitro secara enzimatis. PCR merupakan teknik yang sensitive, spesifik dan singkat. Penggunaan PCR untuk membandingkan gen klon abnormal dengan gen klon serta analisis forensic evolusi untuk jaringan.
Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan salah satu metode untuk mengidentifikasi penyakit infeksi. Metode ini dikembangkan untuk mengatasi kelemahan metode diagnosis konvensional seperti imunologi dan mikrobiologi.
Saat ini PCR juga sering digunakan untuk membuat fragmen DNA spesifik untuk diinsersikan secara langsung ke dalam suatu vektor, sehingga tidak memerlukan  tahapan skreening suatu perpustakaan DNA.
Komponen-komponen PCR ada 5 yaitu:   DNA, Primer, Dntp (Deoxynucleotide triphosphate), Polimerase DNA, Bufer reaksi PCR. Pada prinsipnya, reaksi PCR ( protokol PCR konvensional ) membutuhkan tiga tahap yaitu Denaturasi (Melting), Annealing Primer PCR, Elongasi ( ekstensi rantai DNA ). Aplikasi PCR utama di bidang klinis adalah untuk diagnosis, dan kloning.

3.2  SARAN
Melalui pembahasan diatas diharapkan pembaca dapat mengaplikasikan PCR ini dalam dunia kerja kelak.






0 komentar:

Posting Komentar