BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kesehatan adalah hak asasi
manusia dan merupakan investsi, juga merupakan karunia Tuhan, oleh karena itu perlu dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya.
Faktor perilaku dan lingkungan
mempunyai peranan yang sangat penting dalam peningkatan kualitas kesehatan, dan
merupakan pilar-pilar utama dalam pencapaian Indonesia Sehat 2010/2013. Masalah
perilaku menyangkut kebiasaan, budaya, dan masalah-masalah lain yang tidak
mudah diatasi. Untuk itu semua perlu peningkatan kesadaran dan kepedulian
masyarakat untuk hidup sehat, perlunya pengembangan kemitraan dan pemberdayaan
masyarakat. Disisi lain kegiatan industri dalam proses produksinya selalu disertai
faktor-faktor yang mengandung resiko bahaya dengan terjadinya kecelakaan maupun
penyakit akibat kerja. Setiap ancaman terhadap keselamatan dan kesehatan kerja
harus dicegah. Karena ancaman seperti itu akan membawa kerugian baik material,
moril maupun waktu terutama terhadap kesejahteraan tenaga kerja dan
keluarganya.
UU no 14 th 1969 ttg
ketentuan-ketentuan pokok mengenai tenaga kerja yg memuat perlindungan atas
keselamatan, kesehatan, kesusilaan, pemeliharaan moral kerja serta perlakuan yg
sesuai dg martabat manusia dan moral agama, dan pemerintah membina perlindungan
kerja yg mencakup norma kesehatan dan higene persh, norma keselamatan kerja,
norma kerja dan pemberian ganti rugi, perawatan, rehabilitasi dlm kecelakaan
kerja, menekankan perawat sebagai tenaga kesehatan untuk melaksanakan tugas
mengenai kesehatan pekerja dengan baik.
1.2 MAKSUD DAN TUJUAN
1.
Dapat mengetahui
definisi health hazard fisik
2.
Dapat mengetahui mengenai kebisingan, getaran dan
pencayaan di tempat kerja
3.
Dapat mengetahui pengaruh kebisisngan, getaran dan
pencahayaan bagi pekerja
1.3 RUMUSAN
MASALAH
2
Apa definisi
dari K3?
3
Apa yang
dimaksud lingkungan fisik kerja?
4
Jelaskaan apa saja yang termasuk faktor lingkungan fisik di tempat kerja yang dapat mengganggu kesehatan pekerja?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
DEFINISI KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
Dibagi menjadi 2 pengertian, yaitu
a. Secara Filosofis
Suatu pemikiran atau upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik
jasmani maupun rohani, tenaga kerja pada khususnya dan masyarakat pada umumnya
terhadap hasil karya dan budayanya menuju masyarakat adil dan makmur.
b. Secara Keilmuan
Ilmu
pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya
kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
2.2
LINGKUNGAN FISIK KERJA
Lingkungan kerja merupakan salah satu penyebab dari
keberhasilan dalam melaksanakan suatu pekerjaan, tetapi juga dapat menyebabkan
suatu kegagalan dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, karena lingkungan kerja
dapat mempengaruhi pekerja, terutama lingkungan kerja yang bersifat psikologis.
Sedangkan pengaruhnya itu sendiri dapat bersifat positif dan dapat bersifat
negatif.
Di dalam meningkatkan semangat kerja tidak terlepas dari
lingkungan kerja yang mendukung seperti kualitas lingkungan fisik. Lingkungan
fisik adalah salah satu unsur yang harus didaya gunakan oleh organisasi
sehingga menimbulkan rasa nyaman, tentram, dan dapat meningkatkan hasil kerja
yang baik untuk meningkatkan kinerja organisasi tersebut (Sihombing, 2004)
Lingkungan kerja fisik adalah segala sesuatu yang ada di
sekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan
tugas-tugas yang dibebankan, misalnya penerangan, suhu udara, ruang gerak,
keamanan, kebersihan, musik dan lain-lain (Nawawi, 2001)
Manusia sebagai mahluk sempurna tetap tidak luput dari
kekurangan, dalam arti segala kemampuannya masih dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Faktor-faktor tersebut berasal dari diri sendiri (intern), dapat
juga dari pengaruh luar (ekstern). Salah satu faktor yang berasal dari
luar adalah kondisi fisik lingkungan kerja yaitu semua keadaan yang terdapat di
sekitar tempat kerja seperti temperatur, kelembapan udara, sirkulasi udara,
pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau-bauan, warna dan lain-lain.
Hal-hal tersebut dapat berpengaruh secara signifikan terhadap hasil kerja
manusia (Wignjosoebroto, 1995)
Banyak faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja karyawan,
salah satunya adalah lingkungan kerja. Ravianto, (1986) mengemukakan lingkungan
kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar karyawan dan dapat mempengaruhi
dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan. Faktor-faktor yang
termasuk lingkungan kerja dan banyak pengaruhnya terhadap produktivitas kerja
antara lain kebersihan,pertukaran udara, penerangan, musik, keamanan,
kebisingan.
Lingkungan fisik adalah sesuatu yang berada disekitar para
pekerja yang meliputi cahaya, warna, udara, suara serta musik yang mempengaruhi
dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan (Moekijat, 1995).
Sedangkan menurut Gie (2000) lingkungan fisik merupakan segenap faktor fisik
yang bersama-sama merupakan suatu suasana fisik yang meliputi suatu tempat
kerja.
Leavitt (1997) mendefinisikan lingkungan sebagai sebuah dunia
tempat tinggal kita yang relatif masih lapang, yang masih jarang baik
penduduknya maupun organisasi yang ada didalamnya. Menurut Ahyari (1986) secara
umum lingkungan kerja didalam perusahaan merupakan lingkungan dimana para
karyawan melaksanakan tugas dan pekerjaan sehari-hari. Kartono (1989)
mengatakan bahwa lingkungan kerja adalah kondisi – kondisi material dan
psikologis yang ada dalam perusahaan dimana karyawan tersebut bekerja.
Menurut Anoraga dan Widiyanti (2001) lingkungan kerja adalah
segala sesuatu yang ada disekitar karyawan dan yang dapat mempengaruhi dirinya
dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankannya. Jadi lingkungan kerja disini
merupakan faktor yang penting dan besar pengaruhnya bagi perusahaan yang
bersangkutan. Nitisemito (2000) mendefinisikan lingkungan kerja sebagai sesuatu
yang ada disekitar para pekerja dan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam
menjalankan tugas-tugas yang dibebankan. Sedangkan Feldman (1983) bahwa
lingkungan fisik adalah sumber kepuasan, keluhan mengenai lingkungan fisik,
adalah simbol atau perwujudan dari prestasi yang dalam, karena itu perlu
mendapat perhatian dari pengelola lingkungan.
Suasana lingkungan kerja yang menyenangkan akan dapat
mempengaruhi karyawan dalam pekerjaannya. Bekerja dalam lingkungan kerja yang
menyenangkan merupakan harapan sekaligus impian dari setiap pekerja. Menurut
Nitisemito (2000) lingkungan kerja dapat berpengaruh terhadap pekerjaan yang
dilakukan oleh para pegawai, sehingga setiap organisasi atau perusahaan harus
mengusahakan agar lingkungan kerja dimana pegawai berada selalu dalam kondisi yang
baik.
Seperti dijelaskan di atas bahwa lingkungan kerja juga
berpengaruh terhadap produktivitas kerja karyawan. Ditambahkan oleh Gibson
(1996) bahwa lingkungan kerja merupakan serangkaian hal dari lingkungan yang
dipersepsikan oleh orang-orang yang bekerja dalam suatu lingkungan organisasi
dan mempunyai peran yang besar dalam mengarahkan tingkat laku karyawan. Artinya
bagaimana karyawan merasakan bahwa lingkungan kerjanya baik atau buruk,
menyenangkan atau tidak menyenangkan, mendukung atau justru menjadi tekanan,
tergantung dari bagaimana karyawan akan memandang, menafsirkan dan memberi arti
terhadap sesuatu yang terjadi didalam lingkungan kerjanya baik kondisi fisik
maupun kondisi perusahaan dan hubungan interpersonal didalamnya. Selanjutnya
persepsi tersebut akan berpengaruh terhadap semangat kerja karyawan.
Harapannya bahwa setiap perusahaan membangun lingkungan kerja
yang menyenangkan agar setiap karyawan yang bekerja pada instansi atau
perusahaan tersebut mencintai pekerjaannya dan senang melakukan pekerjaannya
sehingga akhirnya bisa bekerja pada tingkat optimal. Lingkungan kerja yang
menyenangkan, rekan kerja yang kooperatif, pimpinan yang selalu memperhatikan
keluh kesah karyawannya, kebijaksanaan yang mempengaruhi kerja dan karier serta
kompensasi yang adil merupakan dambaan bagi para karyawan sehingga karyawan
bekerja lebih semangat, memiliki komitmen yang tinggi, dan pada akhirnya dapat
meningkatkan produktivitas kerja.
Tetapi dalam kenyataannya, penilaian baik atau buruknya
lingkungan fisik kerja ditentukan oleh penilaian karyawannya. Seseorang mungkin
menganggap lingkungan yang sama adalah buruk sedangkan yang lain menganggap
baik. Hal ini disebabkan karena ada perbedaan pandangan masing-masing individu
terhadap lingkungan kerja. Perbedaan ini dapat terjadi karena masing-masing
individu mempunyai kebutuhan, kepentingan maupun harapan yang berbeda-beda
antara satu dengan yang lain. Menurut Cary Cooper (Rini, 2002) Kondisi kerja
yang buruk berpotensi menjadi penyebab karyawan mudah jatuh sakit, mudah stres,
sulit berkonsentrasi, dan menurunnya produktivitas kerja. Kondisi lingkungan
kerja meliputi ruang kerja yang tidak nyaman, panas, sirkulasi udara kurang
memadai, ruang kerja terlalu padat, lingkungan kerja yang kurang bersih, dan
bising atau berisik.
Dari pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan lingkungan fisik adalah keadaan di sekitar rumah sakit seperti
suhu udara, pencahayaan, suara, penghawaan ruangan, kebersihan dan sikap kerja
yang mempengaruhi perawat dalam menjalankan pekerjaannya. Yang dibahas dalam
penelitian ini adalah segala sesuatu yang berada disekitar para pekerja yang
meliputi suhu udara, pencahayaan, suara, penghawaan, kebersihan serta sikap
kerja yang dapat memengaruhi perawat dalam menjalankan tugas-tugas yang
dibebankan.
Fokus perhatian pada metode ini adalah
manusia atau karakteristik yang harus dipenuhi perawat agar mereka mampu atau
akan melaksanakan tugas-tugasnya dengan tepat, benar, dan sempurna sehingga
mempunyai prestasi yang bagus. Sihombing (2004) menyatakan bahwa didalam
meningkatkan semangat kerja pegawai tidak terlepas dari lingkungan tempat kerja
yang harus mendukung seperti kualitas lingkungan fisik. Lingkungan fisik adalah
unsur yang harus didaya gunakan oleh organisasi sehingga menimbulkan rasa
nyaman, tentram, dan dapat meningkatkan hasil kerja yang baik untuk
meningkatkan kinerja organisasi tersebut.
2.3 FAKTOR - FAKTOR YANG DAPAT MEMPENGARUHI K3 DARI FISIK KEBISINGAN
Kebisingan adalah bunyi yang didengar sebagai rangsangan-rangsangan pada telinga oleh getaran-getaran melalui
media elastis, dan manakala bunyi-bunyi tersebut tidak dikehendaki. Kebisingan juga dapat disebut sebagai bunyi atau suara
yang tidak dikehendaki dan dapat mengganggu kesehatan dan kenyamanan lingkungan
yang dinyatakan dalam satuan desibel (dB). Berdasarkan
Kepmenaker, kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari
alat-alat, proses produksi yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan
gangguan kesehatan dan pendengaran.
Sumber bising ialah sumber bunyi yang kehadirannya dianggap mengganggu
pendengaran baik dari sumber bergerak maupun tidak bergerak. Umumnya sumber kebisingan dapat berasal dari kegiatan
industri, perdagangan, pembangunan, alat pembangkit tenaga, alat pengangkut dan
kegiatan rumah tangga.
Di Industri,
sumber kebisingan dapat di klasifikasikan menjadi 3 macam, yaitu :
1)
Mesin. Kebisingan yang ditimbulkan
oleh aktifitas mesin.
2)
Vibrasi. Kebisingan yang ditimbulkan oleh
akibat getaran yang ditimbulkan akibat gesekan, benturan atau ketidak seimbangan gerakan bagian mesin.
Terjadi pada roda gigi, roda gila, batang torsi, piston, fan, bearing, dan
lain-lain.
3)
Pergerakan udara, gas dan cairan. Kebisingan ini di timbulkan akibat pergerakan udara,
gas, dan cairan dalam kegiatan proses kerja industri misalnya pada pipa penyalur cairan gas, outlet pipa, gas buang,
jet, flare boom, dan lain-lain.
Pengendalian Kebisingan
Pengendalian secara teknis
a)
Mengubah cara kerja, dari yang menimbulkan bising menjadi
berkurang suara yang menimbulkan bisingnya.
b)
Menggunakan penyekat dinding dan langit-langit yang
kedap suara
c)
Mengisolasi mesin-mesin yang menjadi sumber kebisingan.
Mesin/alat didesain sedemikian hingga suara bising tidak seluruhnya mengenai
pekerja. Pemasangan kaca membuat pekerja dapat tetap bekerja.
d)
Subtitusi mesin yang bising dengan mesin yang kurang
bising.
e)
Menggunakan fondasi mesin yang baik agar tidak ada
sambungan yang goyang, dan mengganti bagian- bagian logam dengan karet.
f)
Modifikasi mesin atau proses.
g)
Merawat mesin dan alat secara teratur dan periodik
sehingga dapat menggurangi suara bising.
Penggendalian secara administrative
a)
Pengadaan ruang control pada bagian tertentu (misalnya:
bagian diesel).
Tenaga kerja di bagian tersebut hanya melihat dari ruang berkaca yang kedap suara dan sesekali memasuki ruang berbising tinggi, dalam waktu yang telah ditentukan, serta menggunakan APD (ear muff).
Tenaga kerja di bagian tersebut hanya melihat dari ruang berkaca yang kedap suara dan sesekali memasuki ruang berbising tinggi, dalam waktu yang telah ditentukan, serta menggunakan APD (ear muff).
Pengendalian secara medis
Pemeriksaan audiometri sebaiknya dilakukan pada saat awal masuk kerja,
secara periodic, secara khusus dan pada akhir masa kerja.
Penggunaan alat pelindung diri
Merupakan alternative terakhir bila pengendalian yang lain telah
dilakukan. Tenaga kerja dilengkapi dengan sumbat telingga (ear plug) atau tutup
telingga (ear muff) disesuaikan
dengan jenis pekerjaan, kondisi dan penurunan intensitas kebisingan yang
diharapkan.
Dampak
Kebisingan terhadap Kesehatan Pekerja
1. Gangguan Fisiologis
Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila
terputus-putus atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan dapat berupa peningkatan
tekanan darah (± 10 mmHg), peningkatan nadi, konstriksi pembuluh darah perifer
terutama pada tangan dan kaki, serta dapat menyebabkan pucat dan gangguan
sensoris.
Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan pusing/sakit kepala. Hal
ini disebabkan bising dapat merangsang situasi reseptor vestibular dalam
telinga dalam yang akan menimbulkan evek pusing/vertigo. Perasaan mual,susah
tidur dan sesak nafas disbabkan oleh rangsangan bising terhadap sistem saraf,
keseimbangan organ, kelenjar endokrin, tekanan darah, sistem pencernaan dan
keseimbangan elektrolit.
2. Gangguan Psikologis
Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi,
susah tidur, dan cepat marah. Bila kebisingan diterima dalam waktu lama dapat
menyebabkan penyakit psikosomatik berupa gastritis, jantung, stres, kelelahan
dan lain-lain.
3. Gangguan Komunikasi
Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect (bunyi
yang menutupi pendengaran yang kurang jelas) atau gangguan kejelasan suara.
Komunikasi pembicaraan harus dilakukan dengan cara berteriak. Gangguan ini
menyebabkan terganggunya pekerjaan, sampai pada kemungkinan terjadinya
kesalahan karena tidak mendengar isyarat atau tanda bahaya. Gangguan komunikasi
ini secara tidak langsung membahayakan keselamatan seseorang.
4. Gangguan
Keseimbangan
Bising yang
sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di ruang angkasa atau melayang,
yang dapat menimbulkan gangguan fisiologis berupa kepala pusing (vertigo)
atau mual-mual.
5. Efek pada pendengaran
Pengaruh
utama dari bising pada kesehatan adalah kerusakan pada indera pendengaran, yang
menyebabkan tuli progresif dan efek ini telah diketahui dan diterima secara
umum dari zaman dulu. Mula-mula efek bising pada pendengaran adalah sementara
dan pemuliahan terjadi secara cepat sesudah pekerjaan di area bising
dihentikan. Akan tetapi apabila bekerja terus-menerus di area bising maka akan
terjadi tuli menetap dan tidak dapat normal kembali, biasanya dimulai pada
frekuensi 4000 Hz dan kemudian makin meluas kefrekuensi sekitarnya dan akhirnya
mengenai frekuensi y
1. Getaran
Getaran adalah
gerakan yang teratur dari benda atau media dengan arah bolak-balik dari
kedudukan keseimbangannya. Getaran terjadi saat mesin atau alat dijalankan
dengan motor, sehingga pengaruhnya bersifat mekanis.
Getaran mekanis dibedakan berdasarkan jenis pajanannya. Terdapat 2 bentuk yaitu:
Getaran mekanis dibedakan berdasarkan jenis pajanannya. Terdapat 2 bentuk yaitu:
a.
Getaran seluruh badan (whole body vibration). Akibat
goncangan dari mesin, kendaraan atau traktor.
b.
Getaran alat-lengan (tool-hand vibration) atau getaran
pada tangan dan lengan (hand and arm vibration). Alat untuk mengukur getaran
adalah: Vibrasi Meter.
Pengaruh
getaran pada tenaga
kerja dapat di bedakan:
·
Gangguan kenikmatan dalam bekerja
·
Mempercepat terjadinya kelelahan.
·
Gangguan kesehatan
Getaran seluruh badan dapat memicu terjadinya:
·
Penglihatan kabur, sakit kepala, gemetaran
(shakeness)
·
Kerusakan organ pada bagian dalam.
Getaran pada lengan dan tangan dapat mengakibatkan:
·
Sakit kepala, dan sakit pada persendian dan otot
lengan.
·
Indera perasa pada jari-jari menurun fungsinya.
·
Terbentuk noda putih pada punggung jari/telapak
tangan (white finger syndrom).
Cara Pengendalian Getaran Di Tempat Kerja
Pengendalian secara teknis
a)
Menggunakan peralatan kerja yang rendah intensitasnya
(dilengkapi dengan damping/peredam).
b)
Menambah/menyisipkan damping diantara tangan dan alat,
misalnya membalut pegangan alat dengan karet.
c)
Memelihara atau memelihra dengan baik. Dengan mengganti
bagian-bagian yang aus atau memberi pelumasan.
d)
Meletakkan peralatan dengan teratur. Alat yang
diletakkan di atas meja yang tidak stabil dan kuat dapat menimbulkan getaran di
sekelilingnya.
e)
Menggunakan remote
kontrol. Tenaga kerja tidak terkena paparan getaran, karena dikendalikan
dari jauh.
Pengendalian secara administrative
Yaitu dengan Cara mengatur waktu kerja, misalnya:
a)
Merotasi pekerjaan. Apabila terdapat suatu pekerjaan
yang dilakukan oleh 3 orang, maka dengan mengacu pada NAB yang ada, paparan
getaran tidak sepenuhnya mengenai salah seorang, tetapi bergantian, dari A, B
dan kemudian C.
b)
Mengurangi jam kerja, sehingga sesuai dengan NAB yang
berlaku.
Pengendalian Secara Medis
Pada saat awal, dan kemudian pemeriksaan berkala setiap 5 tahun sekali. Sedangakan
untuk kasus yang berlanjut, maka interval yang diambil adalah 2-3 tahun sekali.
Pemakaian alat pelindung diri (APD)
Pengurangan paparan dapat dilakukan dengan menggunakan sarung tangan
yang telah dilengkapi peredam getar (busa).
2. Pencahayaan
Fungsi utama penerangan ditempat kerja adalah untuk
menerangi objek pekerjaan agar terlihat jelas, mudah dikerjakan dengan cepat,
dan produktifitas dapat meningkat. Pencahayaan tersebut dapat diatur sedemikian
rupa yang disesuaikan dengan kecermatan atau jenis pekerjaan sehingga
memelihara kesehatan mata dan kegairahan kerja, sebab rendah atau tingginya
intensitas cahaya bahkan dapat menimbulkan kecelakaan kerja. Beberapa factor
yang dapat menentukan baik tidaknya penerangan di tempat kerja adalah :
§
Ukuran objek
§
Derajat
kontras antara objek dengan sekitarnya
§
Tingkat
iluminasi (yang menyebabkan objek dan sekitarnya dapat terlihat jelas)
§
Distribusi dan
arah cahayanya.
Sumber penerangan yang
digunakan di tempat kerja dibedakan dalam dua jenis antara lain :
·
Pencahayaan
alami (sinar matahari)
·
Pencahayaan
buatan (lampu)
Pengendalian pencahayaan dapat dilakukan secara
teknis dan administrative. Pengendalian secara teknis meliputi peningkatan
kebersihan instalasi penerangan ditempat kerja (termasuk lampu), pengaturan
warna, dan dekorasi tempat kerja. Pemanfaatan cahaya alami semaksimal mungkin,
dan pemanfaatan penerangan yang cukup pada jenis pekerjaan tertentu.
Pengendalian administrative meliputi pemeriksaan kesehatan mata (baik
pemeriksaan sebelum bekerja, berkala, maupun khusus).
Pencahayaan yang buruk akan
menimbulkan kelelahan mata yang menyebabkan :
·
Iritasi, mata
berair dan kelopak mata berwarna merah (konjunctivitis)
·
Penglihatan
rangkap dan sakit kepala
·
Ketajaman
penglihatan merosot, demikian pula kepekaan terhadap perbedaan (contras
sensitifity) dan kecepatan pandangan
·
Kekuatan dan
konvergensi menurun.
3.
Temperatur
Iklim kerja merupakan keadaan lingkungan kerja yang diukur dari perpaduan
antara suhu udara, kelembaban udara, kecepatan aliran udara, dan suhu radiasi.
Tekanan panas (heat stress) adalah beban iklim kerja yang diterima oleh tubuh.
Kapan tubuh harus mengeluarkan panas dan kapan tidak, ketahanan tubuh tetap
stabil core-temperatur sekitar 37º C, ini diatur oleh kulit tubuh dan kelenjar
keringat.
Jika suhu tubuh menurun dibawah 35º C (Hypothermia) atau meningkat sampai
40,6º C (hyperthemia), maka beberapa radiasi kimia dan aktivitas enzim dalam
tubuh akan terganggu. Jika suhu tubuh menurun sampai bawah 27º C atau meningkat
diatas 42º C, maka semua sel tubuh akan mati. Tubuh
manusia akan selalu berusaha mempertahankan kondisi normalsistem tubuh
dengan menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di luar
tubuh. Tetapi kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan temperatur ruang adalah
jika perubahan temperatur luar tubuh tidak melebihi 20% untuk kondisi panas dan
35% untuk kondisi dingin.
4.
Kelembapan
Kelembaban udara adalah banyaknya air yang terkandung
dalam udara (dinyatakan dalam %). Kelembaban ini dipengaruhi oleh temperatur
udaranya. Dimana dengan meningkatnya temperatur udara maka kelembaban semakin
menurun. Suatu keadaan dimana udara sangat panas dan kelembaban tinggi akan
menimbulkan pengurangan panas dari tubuh secara besar-besaran. Disamping itu akan
menyebabkan semakin cepatnya denyut jantung karena makin aktifnya peredaraan
darah untuk memenuhi kebutuhan akan oksigen.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
K3 secara
praktis diartikan sebagai upaya perlindungan agar tenaga kerja selalu dalam
keadaan selamat dan sehat selama melakukan pekerjaan ditempat kerja termasuk
orang lain yang memasuki tempat kerja maupun proses produk dapat secara aman
dan efisien dalam produksinya.
Lingkungan fisik adalah salah satu unsur yang harus didaya
gunakan oleh organisasi sehingga menimbulkan rasa nyaman, tentram, dan dapat
meningkatkan hasil kerja yang baik untuk meningkatkan kinerja organisasi
tersebut (Sihombing, 2004)
Lingkungan kerja fisik adalah segala sesuatu yang ada di
sekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan
tugas-tugas yang dibebankan, misalnya penerangan, suhu udara, ruang gerak,
keamanan, kebersihan, musik dan lain-lain (Nawawi, 2001).
Adapun faktor-faktor lingkungan fisik yang dapat menganggu
keselamatan kerja yaitu:
1. Kebisingan
2. Getaran
3. Pencahayaan
4. Temperatur
5. Kelembapan
3.2
Saran
Melalui pembahasan diatas maka diharapkan
kepada pembaca agar memperhatikan semua faktor fisik yanga dapat menyebabkan
ketidaknyamanan dalam bekerja. Sebab faktor Kesehatan dan keselamatan kerja
akan sangat mempengaruhi produktifitas para pekerja.
0 komentar:
Posting Komentar