CLICK HERE FOR FREE BLOG LAYOUTS, LINK BUTTONS AND MORE! »

Sabtu, 29 Juni 2013

GLIKOGENOLISIS


A.     DEFINISI GLIKOGENOLISIS
Kata "Glikogenolisis" di jabarkan menjadi Glikogen yaitu glikogen dan lisis yaitu pemecahan atau penguraian. Sehingga Glikogenolisis merupakan proses pengubahan dari polisakarida yaitu glikogen menjadi
monosakarida yaitu glukosa.
Proses glikogenolisis ini terjadi dalam tubuh karena kadar glukosa dalam tubuh sudah mulai kekurangan akan kandungan glukosa akibat berbagai aktivitas baik dalam maupun luar tubuh. Aktivitas dari luar tubuh seperti berlari, berjalan, bersepeda, berenang, dll. Sedangkan aktivitas dari dalam tubuh sendiri meliputi proses respirasi, pencernaan, sistem kerja syaraf, dll. Tujuan dari glikogenolisis ini terbagi menjadi dua yaitu:
a.            Di otot : proses ini digunakan untuk keperluan menghasilkan energi
b.             Di hati  : proses ini dilakukan untuk mempertahankan kadar gula dalam darah pada saat jeda waktu makan.

Glikogenesis adalah proses pemecahan glikogen. Glikogen adalah bentuk karbohidrat yang tersimpan dalam sel hewan. Glikogenolisis terjadi jika asupan makanan tidak cukup memenuhi energi yang dibutuhkan tubuh sehinggah untuk mendapatkan energi tubuh mengambil alternatif lain yaitu dengan menggunakan simpanan glikogen yang terdapat dalam hati atau otot.

Glikogenolisis merupakan reaksi hidrolisis glikogen menjadi glukosa, perubahan glikogen menjadi sumber energi merupakan proses katabolisme cadangan sumber energi. Enzim utama yang berperan dalam glikogenolisis ini adalah glikogen fosforilase. Proses glikogenolisis terkadang menyebabkan meningkatnya kadar gula dalam darah yang dapat menyebabkan penyakit diabetes. Glikogen dalam hati akan di glikogenolisis setelah 12-18 jam puasa. Glikogen dalam otot hanya akan mengalami glikogenolisis setelah seseorang melakukan olahraga yang berat dan lama.  Proses glikogenolisis yang terjadi secara terus- menerus akan dapat menyebabkan kerusakan pada liver. Kerusakan pada fungsi liver akan menyebabkan penyakit yang sebagian besar tidak dapat diobati dan berakhir dengan kematian.

Penyakit liver merupakan penyakit yang sering timbul pada mereka yang pekerja keras tetapi tidak mempunyai sumber energi yang banyak. Kekurangan sumber energi terjadi karena para pekerja yang work alkoholik itu terkadang lupa makan tepat waktu sehingga kebutuhan tenaga untuk melakukan kerja sangat banyak tetapi asupan energi kurang dan tidak dapat memenuhi kebutuhan. Akhirnya untuk dapat memenuhi kebutuhan energi tersebut, tubuh terpaksa harus merubah glikogen menjadi glukosa sehingga terjadilah peristiwa glikogenolisis.

Suatu proses hidrolisa glikogen sel posporolitik di dalam saluran gastrointestinal (di sitosol). Proses ini dikontrol oleh hormon, enzym, kation dan nukleotida. Pada otot skeletal ada 2 macam posporilase glikogen yaitu posporilase glikogen a (yang aktif) dan b (yang non aktif). Posporilase glikogen b di otot dapat aktif bila konsentrasi AMP tinggi.


Calsium yang berikatan dengan calmodulin (disitosol) menyebabkan meningkatnya aktivitas perubahan posporilase b ke a dan kondisi ini juga menyebabkan kontruksi otot. Jadi perombakan glikogen dan proses kontraksi otot sangat berhubungan dengan kondisi meningkatnya konsentrasi Ca.
Proses glikogenolisis di hati sama dengan di otot, yang berbeda adalah hormon yang terlibat yaitu glucagon. Di hati bila terjadi konsentrasi gula darah menurun, maka glucagon di produksi tinggi di sel, maka glikogen hati akan di degradasi akibatnya glucosa darah normal kembali.
B.    KAPAN GLIKOGENOLISIS TERJADI
Pada saat seseorang berpuasa atau sedang melakukan aktivitas berat (latihan, olahraga, bekerja) yang berlebihan akan menyebabkan turunnya kadar gula darah dalam darah menjadi 60 mg /100 ml darah keadaan ini (kadar gula darah turun) akan memacu hati untuk membebaskan glukosa dari pemecahan glikogen yang disebut proses glikogenolisis. Glikogenolisis dirangsang oleh hormon glukagon dan aderenalin. Glukagon (glucagon) adalah suatu hormon yang dikeluarkan oleh pankreas yang berguna untuk meningkatkan kadar glukosa darah. Sedangkan hormon adrenalin adalah hormon yang merangsang glukagon untuk  bekerja
C.    PROSES TERJADINYA GLIKOGENOLISIS
Pemecahan glikogen menjadi Glukosa 1 p
Ada tiga enzim yang menkatalisis ( hormon glukaden -> C-AMP-enzim posporilase)
1.      Glikogen fosforilase : Glikogen (α 1,4 glikosidik) -> Glukosa 1-P
2.      Transferase : memindahkan 3 residu glukosa cabang lain lebih peka difosrilasi
3.      Debranching enzyme ( α 1,6 gilokosilase) ikatan α 1.6 glikosidik
Tahap pertama penguraian glikogen adalah pembentukan glukosa 1-fosfat. Berbeda dengan reaksi pembentukan glikogen, reaksi ini tidak melibatkan UDP-glukosa, dan enzimnya adalah glikogen fosforilase. Selanjutnya glukosa 1- fosfat diubah menjadi glukosa 6-fosfat oleh enzim yang sama seperti pada reaksi kebalikannya (glikogenesis) yaitu fosfoglukomutase.
Tahap reaksi berikutnya adalah pembentukan glukosa dari glukosa 6-fosfat. Berbeda dengan reaksi kebalikannya dengan glukokinase, dalam reaksi ini enzim lain, glukosa 6-fosfatase, melepaskan gugus fosfat sehigga terbentuk glukosa. Reaksi ini tidak menghasilkan ATP dari ADP dan fosfat.



Glukosa yang terbentuk inilah nantinya akan digunakan oleh sel untuk respirasi sehingga menghasilkan energy , yang energy itu terekam / tersimpan dalam bentuk ATP




Istilah yang berhubungan dengan metabolisme penguraian glukosa Dibagi menjadi dua :
1.   Fermentasi ( Respirasi Anaerob)
2.   Respirasi Aerob
Fermentasi atau peragian adalah proses penguraian senyawa kimia glukosa tanpa oksigen melalui proses Glikolisis yang menghasilkan asam Piruvat , namun tidak berlanjut dengan siklus krebs dan transport Elektron karena suasana reaksi tanpa oksigen.
Asam Piruvat kemudian akan diproses tanpa oksigen menjadi Asam piruvat ( Fermentasi Asam Piruvat ) atau Asam Piruvat menjadi Asetal dehide kemudian Alkohol dalam Fermentasi Alkohol
Fermentasi menghasilkan gas CO2. Dalam Fermentasi Alkohol
Respirasi aerob adalah proses reaksi kimia yang terjadi apabila sel menyerap O2, menghasilkan CO2 dan H2O. Respirasi dalam arti yang lebih khusus adalah proses penguraian glukosa dengan menggunakan O2, menghasilkan CO2, H2O, dan energi (dalam bentuk energy kimia, ATP)

D. DAMPAK GLIKOGENOLISIS
Penyakit yang ditmbulkan akibat glikogenolisis adalah Hipoglikemia (Kadar Gula Darah Rendah). Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah hingga dibawah 60 mg/dl. Dalam keadaan normal, tubuh mempertahankan kadar gula darah antara 70-110 mg/dL. Sementara pada penderita diabetes (diabetes memiliki beberapa type, jadi silahkan merujuk kepada jenis diabetes yang ada), kadar gula darahnya tersebut berada pada tingkat terlalu tinggi dan pada penderita hipoglikemia, kadar gula darahnya berada pada tingkat terlalu rendah.
Hal ini sangat membahayakan bagi tubuh, terutama otak dan sistem syaraf, yang membutuhkan glukosa dalam darah yang berasal dari makanan berkarbohidrat dalam kadar yang cukup. Kadar gula darah normal adalah 80-120 mg/dl pada kondisi puasa, atau 100-180 mg/dl pada kondisi setelah makan

Kadar gula darah yang rendah menyebabkan berbagai sistem organ tubuh mengalami kelainan fungsi. Otak sebagai organ yang sangat peka terhadap kadar gula darah yang rendah, akan memberikan respon melalui sistem saraf, merangsang kelenjar adrenal untuk melepaskan epinefrin (adrenalin). Hal ini akan selanjutnya merangsang hati untuk melepaskan gula agar kadarnya dalam darah tetap terjaga. Dan parahnya jika kadar gula turun, maka akan terjadi gangguan fungsi otak.
Hipoglikemia bisa disebabkan oleh:
1)     Pelepasan insulin yang berlebihan oleh pankreas
2)     Dosis insulin atau obat lainnya yang terlalu tinggi, yang diberikan kepada penderita diabetes untuk menurunkan kadar gula darahnya
3)     Kelainan pada kelenjar hipofisa atau kelenjar adrenal
4)     Kelainan pada penyimpanan karbohidrat atau pembentukan glukosa di hati.
Secara umum, hipoglikemia dapat dikategorikan sebagai yang berhubungan dengan obat dan yang tidak berhubungan dengan obat. Sebagian besar kasus hipoglikemia terjadi pada penderita diabetes dan berhubungan dengan obat.  Hipoglikemia yang tidak berhubungan dengan obat lebih jauh dapat dibagi lagi menjadi:
1)    Hipoglikemia karena puasa, dimana hipoglikemia terjadi setelah berpuasa
2)    Hipoglikemia reaktif, dimana hipoglikemia terjadi sebagai reaksi terhadap makan, biasanya karbohidrat.

HIPOGLIKEMIA PENDERITA DIABETES
Hipoglikemia paling sering terjadi disebabkan oleh insulin atau obat lain (sulfonilurea) yang diberikan kepada penderita diabetes untuk menurunkan kadar gula darahnya. Jika dosis obat ini lebih tinggi dari makanan yang dimakan maka obat ini bisa bereaksi menurunkan kadar gula darah terlalu banyak. 
Penderita diabetes berat menahun sangat peka terhadap hipoglikemia berat. Hal ini terjadi karena sel-sel pulau pankreasnya tidak membentuk glukagon secara normal dan kelanjar adrenalnya tidak menghasilkan epinefrin secara normal. Padahal kedua hal tersebut merupakan mekanisme utama tubuh untuk mengatasi kadar gula darah yang rendah.

HIPOGLIKEMIA KARENA PENGGUNAAN OBAT OBATAN LAINNYA 
Pentamidin yang digunakan untuk mengobati pneumonia akibat AIDS juga bisa menyebabkan hipoglikemia. Hipoglikemia kadang terjadi pada penderita kelainan psikis yang secara diam-diam menggunakan insulin atau obat hipoglikemik untuk dirinya. 


HIPOGLIKEMIA YANG TIDAK BERHUBUNGAN DENGAN OBAT OBATAN
Pemakaian alkohol dalam jumlah banyak tanpa makan dalam waktu yang lama bisa menyebabkan hipoglikemia yang cukup berat sehingga menyebabkan stupor. Olah raga berat dalam waktu yang lama pada orang yang sehat jarang menyebabkan hipoglikemia.
Puasa yang lama bisa menyebabkan hipoglikemia, hanya jika terdapat penyakit lain (terutama penyakit kelenjar hipofisa atau kelenjar adrenal) atau mengkonsumsi sejumlah besar alkohol. Cadangan karbohidrat di hati bisa menurun secara perlahan sehingga tubuh tidak dapat mempertahankan kadar gula darah yang cukup. Pada orang-orang yang memiliki kelainan hati, beberapa jam berpuasa bisa menyebabkan hipoglikemia. Bayi dan anak-anak yang memiliki kelainan sistem enzim hati yang memetabolisir gula bisa mengalami hipoglikemia diantara jam-jam makannya. 

HIPOGLIKEMIA REAKTIF
Seseorang yang telah menjalani pembedahan lambung bisa mengalami hipoglikemia diantara jam-jam makannya (hipoglikemia alimenter, salah satu jenis hipoglikemia reaktif). Hipoglikemia terjadi karena gula sangat cepat diserap sehingga merangsang pembentukan insulin yang berlebihan. Kadar insulin yang tinggi menyebabkan penurunan kadar gula darah yang cepat.
Hipoglikemia alimentari kadang terjadi pada seseorang yang tidak menjalani pembedahan. Keadaan ini disebut hipoglikemia alimentari idiopatik.
Jenis hipoglikemia reaktif lainnya terjadi pada bayi dan anak-anak karena memakan makanan yang mengandung gula fruktosa dan galaktosa atau asam amino leusin. Fruktosa dan galaktosa menghalangi pelepasan glukosa dari hati; leusin merangsang pembentukan insulin yang berlebihan oleh pankreas. Akibatnya terjadi kadar gula darah yang rendah beberapa saat setelah memakan makanan yang mengandung zat-zat tersebut. 
Hipoglikemia reaktif pada dewasa bisa terjadi setelah mengkonsumsi alkohol yang dicampur dengan gula (misalnya gin dan tonik). Pembentukan insulin yang berlebihan juga bisa menyebakan hipoglikemia. Hal ini bisa terjadi pada tumor sel penghasil insulin di pankreas (insulinoma). Kadang tumor diluar pankreas yang menghasilkan hormon yang menyerupai insulin bisa menyebabkan hipoglikemia. 
Penyebab lainnya adalah penyakti autoimun, dimana tubuh membentuk antibodi yang menyerang insulin. Kadar insulin dalam darah naik-turun secara abnormal karena pankreas menghasilkan sejumlah insulin untuk melawan antibodi tersebut. 
Hal ini bisa terjadi pada penderita atau bukan penderita diabetes. Hipoglikemia juga bisa terjadi akibat gagal ginjal atau gagal jantung, kanker, kekurangan gizi, kelainan fungsi hipofisa atau adrenal, syok dan infeksi yang berat.
Penyakit hati yang berat (misalnya hepatitis virus, sirosis atau kanker) juga bisa menyebabkan hipoglikemia.
MEKANISME HIPOGLIKEMIA
Mekanisme respon hipoglikemia, pada awalnya, tubuh secara otomatis memberikan respon terhadap rendahnya kadar gula darah dengan melepaskan epinefrin (adrenalin) dari kelenjar adrenal dan beberapa ujung saraf. Epinefrin akan merangsang pelepasan gula dari cadangan tubuh tetapi juga menyebabkan gejala yang menyerupai serangan kecemasan (berkeringat, kegelisahan, gemetaran, pingsan, jantung berdebar-debar dan kadang rasa lapar). 
Hipoglikemia yang lebih berat menyebabkan berkurangnya glukosa ke otak dan menyebabkan pusing, bingung, lelah, lemah, sakit kepala, perilaku yang tidak biasa, tidak mampu berkonsentrasi, gangguan penglihatan, kejang dan koma. Hipoglikemia yang berlangsung lama bisa menyebabkan kerusakan otak yang permanen. 
Gejala yang menyerupai kecemasan maupun gangguan fungsi otak bisa terjadi secara perlahan maupun secara tiba-tiba. Hal ini paling sering terjadi pada orang yang memakai insulin atau obat hipoglikemik per-oral.
Pada penderita tumor pankreas penghasil insulin, gejalanya terjadi pada pagi hari setelah puasa semalaman, terutama jika cadangan gula darah habis karena melakukan olah raga sebelum sarapan pagi.
Pada mulanya hanya terjadi serangan hipoglikemia sewaktu-waktu, tetapi lama-lama serangan lebih sering terjadi dan lebih berat.
Gejala hipoglikemia jarang terjadi sebelum kadar gula darah mencapai 50 mg/dL. Maka dari itu diagnosis hipoglikemia baru bisa ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya dan hasil pemeriksaan kadar gula darah. Penyebabnya bisa ditentukan berdasarkan riwayat kesehatan penderita, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium sederhana.
Jika dicurigai suatu hipoglikemia autoimun, maka dilakukan pemeriksaan darah untuk mengetahui adanya antibodi terhadap insulin. Untuk mengetahui adanya tumor penghasil insulin, dilakukan pengukuran kadar insulin dalam darah selama berpuasa (kadang sampai 72 jam).
Pemeriksaan CT scan, MRI atau USG sebelum pembedahan, dilakukan untuk menentukan lokasi tumor.


GEJALA HIPOGLIKEMIA
Gejala hipoglikemia memang tidak mudah dikenali karena hampir sama dengan gejala penyakit lain, seperti diabetes dan kekurangan darah (anemia). Gejala-gejala hipoglikemia antara lain gelisah, gemetar, banyak berkeringat, lapar, pucat, sering menguap karena merasa ngantuk, lemas, sakit kepala, jantung berdeba-debar, rasa kesemutan pada lidah, jari-jari tangan dan bibir, penglihatan kabur atau ganda serta tidak dapat berkonsentrasi.
Hipoglikemia dapat menyebabkan penderita mendadak pingsan dan harus segera dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan suntikan serta infus glukosa. Jika dibiarkan terlalu lama, penderita akan kejang-kejang dan kesadaran menurun. Apabila terlambat mendapatkan pertolongan dapat mengakibatkan kematian.
Hipoglikemia berbahaya dibandingkan kelebihan kadar gula darah (hiperglikemia) karena kadar gula darah yang terlalu rendah selama lebih dari enam jam dapat menyebabkan kerusakan tak terpulihkan (irreversible) pada jaringan otak  dan saraf. Tidak jarang hal ini menyebabkan kemunduran kemampuan otak.

PRINSIP PENGOBATAN 
Prinsip dari pengobatan hipoglikemia adalah menaikan kembali kadar gula darah yang rendah itu sehingga mencapai kadar normalnya. Makanya gejala hipoglikemia ini dapat menghilang dalam beberapa menit setelah penderita mengkonsumsi gula (dalam bentuk permen atau tablet glukosa) maupun minum jus buah, air gula atau segelas susu. Namun untuk seseorang yang sering mengalami hipoglikemia (terutama penderita diabetes), hendaknya selalu membawa tablet glukosa karena efeknya cepat timbul dan memberikan sejumlah gula yang konsisten. Baik penderita diabetes maupun bukan, sebaiknya sesudah makan gula diikuti dengan makanan yang mengandung karbohidrat yang bertahan lama (misalnya roti atau biskuit). Jika hipoglikemianya berat dan berlangsung lama serta tidak mungkin untuk memasukkan gula melalui mulut penderita, maka diberikan glukosa intravena untuk mencegah kerusakan otak yang serius. 
Seseorang yang memiliki resiko mengalami episode hipoglikemia berat sebaiknya selalu membawa glukagon. Glukagon adalah hormon yang dihasilkan oleh sel pulau pankreas, yang merangsang pembentukan sejumlah besar glukosa dari cadangan karbohidrat di dalam hati. Glukagon tersedia dalam bentuk suntikan dan biasanya mengembalikan gula darah dalam waktu 5-15 menit. 
Jika hipoglikemia yang terjadi itu akibat adanya tumor penghasil insulin, maka cara penyembuhannya adalah harus diangkat melalui pembedahan. Sebelum pembedahan, biasanya diberikan obat untuk menghambat pelepasan insulin oleh tumor (misalnya diazoksid). Untuk seseorang yang sering mengalami hipoglikemia, tapi bukan penderita diabetes, dapat menghindari serangan hipoglikemia dengan sering makan dalam porsi kecil.
KESADARAN MENGONTROL GULA DARAH
Hipoglikemia memang  kurang di sadari oleh masyarakat  luas yang lebih mengenal penyakit diabetes sebagai akibat tingginya kadar gula darah (hiperglikemia). Padahal, hipoglikemia menjadi akibat yang paling sering terjadi jika penderita diabetes tidak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai diet rendah gula  yang benar, kadar gula darah yang dibutuhkan oleh tubuh haruslah seimbang tidak terlalu tinggi atau rendah. Cara yang paling mudah untuk  mengetahui kadar gula darah dalam tubuh dengan cara mengecek kadar gula secara rutin.
Untuk menjaga agar kadar gula selalu normal, perhatikan pola makan, olah raga ringan  secara teratur untuk membantu pembakaran glukosa menjadi energi dan merangsang produksi insulin, hindarkan stress atau gangguan emosional lainnya dan disiplin minum obat sesuai anjuran dokter. Bagi yang jelas terkena hipoglikemia dapat menaikkan kembali kadar gula darahnya dengan mengonsumsi gula (dalam bentuk permen atau tablet glukosa), jus buah, air gula, atau segelas susu. Atau bisa juga mengkonsumsi HD Clover Honey. Madu ini mengandung fruktosa dan glukosa alami yang mudah diubah menjadi energi oleh tubuh. Kandungan fruktosanya bisa menjadi sumber energi dan aman bagi penderita diabetes sehingga tetap dapat diet tanpa terkena resiko hipoglikemia.
  
  
KESIMPULAN
Glikogenolisis merupakan reaksi hidrolisis glikogen menjadi glukosa, perubahan glikogen menjadi sumber energi merupakan proses katabolisme cadangan sumber energi. Proses glikogenolisis ini terjadi dalam tubuh karena kadar glukosa dalam tubuh sudah mulai kekurangan akan kandungan glukosa akibat berbagai aktivitas baik dalam maupun luar tubuh. Aktivitas dari luar tubuh seperti berlari, berjalan, bersepeda, berenang, dll. Sedangkan aktivitas dari dalam tubuh sendiri meliputi proses respirasi, pencernaan, sistem kerja syaraf, dll.
Penyakit yang ditimbulkan akibat glikogenolisis adalah Hipoglikemia (Kadar Gula Darah Rendah). Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah hingga dibawah 60 mg/dl.
Hal ini sangat membahayakan bagi tubuh, terutama otak dan sistem syaraf, yang membutuhkan glukosa dalam darah yang berasal dari makanan berkarbohidrat dalam kadar yang cukup. Kadar gula darah normal adalah 80-120 mg/dl pada kondisi puasa, atau 100-180 mg/dl pada kondisi setelah makan



Jumat, 14 Juni 2013

PCR



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG

Dunia sekarang sedang mengalami perkembangan teknologi secara besar-besaran. Hal ini dapat kita rasakan dalam berbagai bidang, salah satunya adalah bidang kedokteran. Sebagai contoh dari perkembangan teknologi kedokteran adalah ditemukannya ilmu biologi molekuler. Biologi molekuler merupakan salah satu cabang biologi yang merujuk kepada pengkajian mengenai kehidupan pada skala molekul. Ini termasuk penyelidikan tentang interaksi molekul dalam benda hidup dan kesannya, terutama tentang interaksi berbagai sistem dalam sel, termasuk interaksi DNA, RNA, dan sintesis protein, dan bagaimana interaksi tersebut diatur. Biologi molekuler memberikan kontribusi yang amat sangat nyata dalam bidang kedokteran. Dahulu, untuk mengetahui penyakit yang diderita harus dengan menemukan organisme penyebab penyakit tersebut didalam tubuh. Dan jika tidak ditemukan pasien dinyatakan negatif dan tidak diberikan tindakan apapun. Padahal kenyataanya tidak semua penyakit organisme penyebabnya dapat ditemukan dengan mudah. Namun dengan adanya biologi molekuler dokter dapat memeriksa penyebab sampai dengan pada DNA pasien.

Sehingga nyata benar ilmu tersebut sangat bermanfaat. Biologi molekuler juga dapat mendeteksi penyakit-penyakit yang bersifat genetis. Dalam skenario kali ini membahas tentang penyakit thalassemia. Thalassemia adalah penyakit herediter yang disebabkan oleh adanya kekurangan rantai globin pembentuk hemoglobin (Hb), baik rantai globin α (Thalassemia α) maupun rantai globin β (Thalasemia β). Thalassemia termasuk penyakit akibat gangguan gen tunggal (single gene disorders) dengan pola pewarisan yang menuruti hukum-hukum Mendel. Gangguan yang berupa kekurangan rantai globin tersebut menimbulkan serangkaian gejala klinis dan laboratorik, yang dapat ditemukan melalui pemeriksaan fisik dan laboratorik. Namun pada penderita-penderita tertentu gejala klinis maupun fisik sangat minim atau bahkan tidak ada. Keadaan seperti ini umumnya didapat pada penderita heterozygot atau yang bersifat minor. Dalam keadaan ini diagnosa hanya dapat ditegakkan melalui analisis DNA. Inilah yang dimaksud dengan diagnosis molekuler. Dahulu bayi yang lahir dengan kelainan darah, meninggal pada usia kurang dari setahun. Namun sekarang ini sebagian bisa besar selamat dengan diagnosis dan penatalaksanaan lebih lanjut.

1.2  RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian dari PCR?
2.      Apa Kegunaan dari PCR?
3.      Jelaskan komponen-Komponen dari PCR?
4.      Bagaimana prinsip dasar dari reaksi PCR?
5.      Bagaimana aplikasi PCR di bidang klinis?

1.3  MAKSUD DAN TUJUAN
1.      Untuk melengkapi tugas bio molekuler
2.      Menjadi Pegangan bagi Mahasiswa
3.      Menjadi referensi tambahan yang menunjang keberhasilan pembelajaran mata kuliah Biologi Molekuler.



BAB II
TINJAUN PUSTAKA
2.1  PENGERTIAN PCR
                    Polymerase Chain Reaction (PCR) atau reaksi berantai polymerase adalah metode enzimatis untuk melipat gandakan (amplification) secara eksponensial suatu sekuen nukleotida tertentu secara in vitro (Newton and Graham, 1994). Metode ini ditemukan oleh Kary B. Mullis pada tahun 1985, seorang saintis dari perusahaan CETUS Corporation. Metode PCR ini pada awalnya hanya digunakan untuk melipatgandakan molekul DNA, akan tetapi dalam perkembangannya dapat digunakan untuk melipatgandakan molekul mRNA (Doyle and Doyle, 1987).

Metode PCR dapat melipat gandakan suatu fragmen molekul DNA menjadi molekul DNA (110 bp / 5 x 10-19) sebesar 200.000 kali setelah dilakukan 20 siklus reaksi selama 220 menit (Newton and Graham, 1994). Kelebihan dari metode PCR adalah DNA cetakan yang digunakan juga tidak perlu dimurnikan terlebih dahulu sehingga metode PCR dapat digunakan untuk melipatgandakan suatu sekuen DNA dalam genom bakteri hanya dengan mencampurkan kultur bakteri di dalam tabung PCR (Azrai, 2005).

Selain itu pengertian PCR adalah reaksi polimerase berantai, yaitu reaksi yang melibatkan enzim polimerase yang dilakukan secara berulang-ulang. Yang diulang-ulang adalah proses pemisahan untai  ganda DNA menjadi untai tunggal, hibridisasi primer untuk mengawali replikasi DNA dilanjutkan dengan proses penambahan basa pada cetakan DNA oleh enzim polimerase, untuk melakukan kegiatan ini dibutuhkan tabung PCR yang bersifat reponsif dengan perubahan suhu dan mesin thermal cycler, suatu mesin yang mampu menaikkan dan menurunkan suhu dengan cepat, dan bahan-bahan untuk membuat reaksi PCR.

2.2 KEGUNAAN PCR
Saat ini PCR juga sering digunakan untuk membuat fragmen DNA spesifik untuk diinsersikan secara langsung ke dalam suatu vektor, sehingga tidak memerlukan  tahapan skreening suatu perpustakaan DNA.
2.3 KOMPONEN PCR
a.    DNA
DNA yang dimaksud disini adalah DNA yang berfungsi sebagai cetakan (template). Untuk aplikasi PCR, kemurnian DNA mempengaruhi hasil.DNA yang tidak murni sering menyebabkan masalah reproduksibilitas, tujuan utama juga digunakan untuk diagnosis. DNA yang digunakan harus dimurnikan dahulu sebelum diproses dengan PCR.  DNA yang digunakan sebagai cetakan untuk PCR sebaiknya bebas nukleuse, endo-atau eksoprotease, dan DNA-binding protein.
b.   Primer
Primer berfungsi mengawali reaksi replikasi DNA pada reaksi PCR. Primer yang dibutuhkan untuk PCR biasanya satu pasang yaitu primer forward dan backward. Primer PCR sendiri adalah komponen yang sangat menentukan keberhasilan PCR. Ada beberapa program untuk mendesain primer PCR yang dapat digunakan secara gratis, seperti MEDUSA, Primer3, PrimerQuest, FastPCR, dan lain-lain.

c.    Dntp (Deoxynucleotide triphosphate)

dNTP merupakan blok pembangun molekul asam nukleat yang terdiri dari dATP (deoxydenosine tryphosphatase), dTTP (deoxythymidine triphophatase), dCTP (deoxycytosine triphosphate), dan dGTP (deoxyguanosine triphosphatase). Dalam beberapa aplikasi dan protokol PCR, salah satu dari empat dNTP tersebut dapat diganti elemen analog. Modifikasi ini berguna untuk aplikasi yang berbasis pasca-PCR (misalnya : sekuensing, pembuatan probe untuk Southern blotting, dll)

d.   Polimerase DNA
Ketika terjadi sintesis DNA,enzim polimerase DNA akan melakukan seleksi nukleotida yang tepat untuk ditambahkan ke primer untuk melanjutkan DNA sesuai dengan aturan pasangan basa Watson-Crick ( A-T dan G-C ). Oleh karena itu, Polimerase DNA selalu mengkatalis sintresis DNA dalam orientasi 5’ ke 3’. Beberapa polimerase DNA juga memiliki aktivitas eksonuklease atau yang sering disebut dengan aktivitas proofreading yang akan memeriksa basa yang telah ditambahkan untuk menumbuhkan untai DNA. Ketika terjadi penambahan nukleotida yang tidak tepat aktivitas proofreading tersebut akan membuang basa yang tidak tepat tersebut.
Mekanisme koreksi ini akan meningkatkan akurasi atau yang disebut juga dengan fidelitas. Ketika membandingkan atau memilih polimerase DNA untuk PCR ada dua hal yang penting yang harus dilihat yaitu fidelitasnya dan efisiensi sintesisnya. Yaitu makin tinggi fidelitas dan efisiensi sintesisnya makin baik polimerase DNA tersebut (dan makin mahal juga harganya).

e.       Bufer reaksi PCR
Bufer reaksi PCR biasanya mengandung Mg2+, kation monovalen, dan beberapa co-solvent. Co-solvent membantu menstabilisasi enzim polimerase DNA, mempengaruhi kerja enzim, dan atau DNA melting temperature ( Tm). Ion Monovalen seperti Na+, K+, dan NH4+ menstimulasi aktivitas polimerase DNA dan melindungi muatan negatif gugus fosfat DNA, sehingga melemahkan kekuatan kekuatan elektronik yang saling menolak antara primer dan DNA target.


2.4  PRINSIP DASAR REAKSI PCR
PCR merupakan tehnik amplifikasi DNA selektif in vitro yang meniru fenommena replikasi DNA in vivo. Komponen reaksi yang diperlukan dalam teknik ini adalah untai tunggal DNA sebagai cetakan, primer (sekuens oligonukleotida yang mengkomplementeri  akhiran sekuens cetakan DNA yang sudah ditentukan), dNTPs (deoxynucleotide triphosphates), dan enzim TAQ polimerase yaitu enzim dari bakteri Termovilus aquatikus.
Sejak ditemukannya struktur DNA untai ganda, kita mulai memahami prinsip replikasi DNA terutama kaitannya dengan mekanisme transfer materi genetik. Seperti yang telah dijelaskan dalam materi Asam Nukleat dalam struktur DNA untai ganda tersebut, basa A dan T , juga C dan G , memiliki ikatan hidgrogen yang mudah dirusak dan mudah dibentuk kembali. Untuk melakukan replikasi, mula-mula ikatan hidrogen tersebut harus dirusak dahulu agar DNA untai ganda berubah menjadi untai tunggal. Kemudian karena A selalu berpasangan dengan T, dan C selalu berpasangan dengan G, maka jika kita memiliki satu untai DNA dengan sequens ACTAG, misalnya, maka kita dapat mencetak untai komplementernya, yaitu TGATC, begitu juga sebaliknya.
Pada prinsipnya, reaksi PCR ( protokol PCR konvensional ) membutuhkan tiga tahap :
1)      Denaturasi (Melting)
Prinsipnya adalah memisahkan DNA untai ganda menjadi komponen untai tunggal, sehingga memungkinkan terjadinya hibridisasi primer PCR untai tunggal pada sekuen targetnya ( jika ada )
2)       Annealing Primer PCR
Pada tahap ini terjadi hibridisasi primer  PCR pada sekuens tergetnya. Secara umum suhu annealing PCR biasanya berasal dari suhu annealing primer hasil kalkulasi matematis dikurangi 50 C ( rumus: 4 x ( B+C) + 2 x ( A + T ) ). Diharapkan dalam suhu annealing tersebut primer dapat berikatan dengan target komplomentarinya dan jika sudah terhibridisasi tidak mudah mengalami disosiasi. Waktu yang dibutuhkan untuk tahapan ini biasanya 15-60 detik.
3)       Elongasi ( ekstensi rantai DNA )
Tahap ini penting untuk mengamplifikasi daerah yang sudah dihibridisasi oleh primer, dari akhiran -5 ke akhiran -3. Sebagian besar enzim polimerase membutuhkan suhu elongasi 720C. Hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan langkah elongasi adalah waktu inkubasi,yaitu sebaiknya cukup lama bagi polimerase DNA untuk mengamplifikasi sekuens target secara komplit tetapi cukup sebentar untuk mencegah amplifikasi produk non-spesifik yang lebih panjang daripada sekuens target.

2.5 APLIKASI PCR DI BIDANG KLINIS

Aplikasi PCR utama di bidang klinis adalah untuk diagnosis, dan kloning. Yang paling sering dipakai di bidang klinis saat ini adalah untuk diagnosis, yaitu untuk deteksi patogen infeksius dan identifikasi mutasi pada gen yang berkaitan dengan faktor resiko penyakit.
Untuk aplikasi PCR dibidang klinis tersebut, telah dikembangkan berbagai macam teknis berbasis PCR, antara lain :
1.        RFLP-PCR (restriction fragment lenght polymorphisms)
Pada prinsipnya, teknik ini dimanfaatkan untuk deteksi polimorfisme. Secara umum teknik ini menggunakan enzim restriksi untuk mengetahui adanya polimorfisme (RFLP), dan produk hasil digesti tersebut diamplifikasi dengan PCR (RFLP-PCR).
Teknik PCR yang mirip dengan teknik diatas AFLP-PCR (amplification fragment lenght polymorphisme) yang digunakan untuk membedakan isolat atau spesies yang berbeda berdasarkan daerah enzim restriksi (polimorfisme daerah restriksi)
2.        VNTR-PCR (variable number of tandem repeat sequence), dan STR-PCR (short tandem repeats). Teknik ini sering digunakan untuk tujuan forensi. Dengan menggunakan primer yang tepat, variasi sekuens pengulangan berurutan yang terdapat pada DNA sampel dapat diketahui.
3.        Skreening / deteksi mutasi berbasis PCR
Dahulu, skreening/ deteksi mutasi dapat dilakukan dengan PCR konvensional (misalnya dengan BESS-T-Scan (Base Excision Sequence Scanning)) untuk mendeteksi mutasi T/A atau T / A, atau Amplification refractory mutation system (ARMS) untuk mendeteksi point mutation melalui priming oligonukleotida kompetitif.
4.        PCR kuantitatif
Untuk keperluan diagnosis dan penilaian kemajuan tetapi kadang membutuhkan pemeriksaan yang bersifat kuantitatif.
PCR konvensional dapat digunakan untuk mendapatkan data kuantitatif tersebut dengan menggunakan kompetitor (internal exogenous standard) atau dengan housekeeping gene (internal endogenous standard). Namun saat ini, penggunaan PCR konvensional untuk PCR kuantitatif telah digantikan real-time PCR.


BAB III
PENUTUP
3.1  KESIMPULAN
PCR ( Polimerase Chain Reaction) Adalah suatu teknik untk mensintesis asam nukleat atau gen tertentu in vitro secara enzimatis. PCR merupakan teknik yang sensitive, spesifik dan singkat. Penggunaan PCR untuk membandingkan gen klon abnormal dengan gen klon serta analisis forensic evolusi untuk jaringan.
Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan salah satu metode untuk mengidentifikasi penyakit infeksi. Metode ini dikembangkan untuk mengatasi kelemahan metode diagnosis konvensional seperti imunologi dan mikrobiologi.
Saat ini PCR juga sering digunakan untuk membuat fragmen DNA spesifik untuk diinsersikan secara langsung ke dalam suatu vektor, sehingga tidak memerlukan  tahapan skreening suatu perpustakaan DNA.
Komponen-komponen PCR ada 5 yaitu:   DNA, Primer, Dntp (Deoxynucleotide triphosphate), Polimerase DNA, Bufer reaksi PCR. Pada prinsipnya, reaksi PCR ( protokol PCR konvensional ) membutuhkan tiga tahap yaitu Denaturasi (Melting), Annealing Primer PCR, Elongasi ( ekstensi rantai DNA ). Aplikasi PCR utama di bidang klinis adalah untuk diagnosis, dan kloning.

3.2  SARAN
Melalui pembahasan diatas diharapkan pembaca dapat mengaplikasikan PCR ini dalam dunia kerja kelak.